POTENSI PEMANFAATAN TEKNOLOGI NUKLIR UNTUK SEKTOR PANGAN DAN PERTANIAN DI INDONESIA

0


Teknologi nuklir sebenarnya memiliki potensi kebermanfaatan yang sangat luas namun sayangnya belum banyak diaplikasikan manfaatnya di tanah air. Kedepannya pengaplikasian teknologi nuklir dapat berpotensi besar dalam peningkatan sektor pangan dan sektor pertanian Indonesia. Untuk dapat mendayakan potensi tersebut Indonesia dapat memaksimalkan kolaborasi keilmuan dengan komunitas Nuklir international yang sudah terjalin dengan baik semenjak dahulu.


Indonesia telah menjadi anggota resmi dari IAEA (International Atomic Energy Agency) semenjak tahun 1957 (Wibowo, 2017). Atas hal itu, sebenarnya terbuka luas kemungkinan bagi Indonesia untuk dapat mengakses teknologi-teknologi nuklir di IAEA untuk kemajuan berbagai sektor strategis di tanah air. Dalam hal ini sektor pangan dan pertanian di tanah air dapat mengakses teknologi nuklir dari Joint FAO/IAEA Division yang memang fokus terhadap sektor pangan dan pertanian Internasional.

Berdasarkan dari laporan yang diterbitkan oleh IAEA di tahun 2013, Joint FAO/IAEA Division memiliki lima bidang prioritas utama pengembangan teknologi nuklir untuk dimanfaatkan komunitas internasional. Kelima area utama itu adalah :

  • Produksi ternak
  • Management kelola tanah dan air yang lebih baik
  • Rekayasa genetika dan pemuliaan tanaman untuk pertanian
  • Pengendalian hama serangga di sektor pertanian
  • Keamanan bahan pangan

Potensi strategis teknologi nuklir pada sektor pangan dan pertanian di Indonesia

Tidak dapat dipungkiri, isu keamanan pangan serta pengendalian hama penyakit sektor pertanian merupakan isu strategis. Berdasarkan laporan dari Zhang et al. (2011), dalam 45 tahun terakhir (1960 – 2005) kebutuhan pestisida sintetis terus meningkat hingga lebih dari 3 kali lipat. Dari US$ 850 juta di 1960 meningkat menjadi US$ 31,19 milyar di 2005. Sementara itu, pantauan Agrolook (2012), menunjukkan bahwa selama 2006-2012, penjualan pestisida juga meningkat dari US$ 30,2 milyar menjadi US$ 47,2 milyar. Hal ini juga didukung oleh laporan Rojas (2012), diperkirakan bahwa di tahun 2017 pestisida akan terjual mencapai angka US$ 68,5 milyar.

Selain penggunaan pestisida sintesis yang terus meningkat, penggunaan luas produk kimia sintesis untuk pengawet di bahan pangan juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Mengkonsumsi produk pangan dan pertanian yang mengandung bahan kimia sintesis tersebut berpotensi menyisakan bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia. Penggunaan bahan pengawet di makanan juga berefek samping merubah tekstur dan rasa bahan makanan tersebut. Hal ini menjadi suatu permasalahan tersendiri karena untuk dapat menembus pasar ekspor keberadaan residu bahan kimia dituntut untuk dapat seminimal mungkin kandungannya dengan tetap menjaga kualitas produk pertanian dan bahan pangan tersebut. Untuk itu perlu adanya alternatif teknologi pengendalian hama-penyakit dan sterilisasi pengawetan bahan pangan yang lebih baik dibanding teknologi yang sudah umum digunakan sekarang.

Teknologi nuklir di bidang pengendalian hama-penyakit serta pengawetan bahan pangan dapat diaplikasikan untuk menjawab tantangan ini. Keuntungan pengawetan makanan menggunakan teknologi nuklir atau radiasi dibandingkan teknologi konvensional, menurut Hilmy (1995), ialah kemampuannya untuk dapat secara selektif. Sementara dalam penjelasan oleh Pusat Desiminasi Iptek Nuklir (2017), keuntungan lain teknologi ini ialah hemat energi serta hemat bahan material yang digunakan, mudah dikontrol, dapat diproses dalam kemasan yang tidak tahan panas, tidak meninggalkan residu dan ramah lingkungan.

Hal ini dapat terjadi karena penggunaan energi yang dihasilkan oleh sumber radiasi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk keperluan pengawetan bahan pangan tanpa melalui pemberian bahan kimia sintesis. Melalui teknik pengaturan intensitas radiasi yang tepat ke produk pangan dan pertanian yang ditarget, teknologi ini dapat difungsikan untuk menghambat pertunasan dan pematangan produk-produk pertanian, membasmi serangga, membunuh mikroba pathogen, serta membunuh seluruh jenis bakteri yang ada secara selektif dan akurat serta tanpa efek samping negatif. Dengan demikian mutu bahan pangan dapat tetap dipertahankan di dalam kemasan yang baik selama penyimpanan dan selama jangka waktu yang dikehendaki.

Pada prinsipnya penggunaan teknologi ini dapat digunakan untuk segala produk pertanian dan bahan pangan. Tidak adanya residu kimia berbahaya yang tertinggal dan hasil akhir produk yang tetap dalam keadaan segar menjadi keuntungan tersendiri teknologi ini dalam menangani produk pangan dan pertanian untuk target pasar expor maupun segmen pasar premium di Indonesia. Ini dikarenakan penggunaan teknologi ini akan mampu menjaga nilai nutrisi produk yang diradiasikan tetap dalam nilai maksimumnya.

Penggunaan komersial teknologi iradiasi produk pangan dan hasil pertanian tercatat telah berlangsung semenjak dekade 1950 an. Awalnya teknologi ini hanya terbatas digunakan untuk produk bumbu-bumbuan dan rempah-rempah (IAEA, 2014). Teknologi ini terus dikembangkan untuk kemudian dapat menjangkau produk pangan dan pertanian lainnya. Suatu capaian besar dari pengembangan ini adalah pada tahun 1980an akhirnya teknologi ini secara resmi diakui komunitas internasional sebagai suatu metode yang aman bagi kesehatan manusia oleh world health organization (WHO) (ibid.).

Menarik untuk dicermati bahwa penerapan teknologi iradiasi kini sudah banyak diaplikasikan di berbagai Negara, misalnya Vietnam, Indonesia dan Kroasia. Vietnam menggunakan teknologi ini dalam proses sterilisasi serta pengawetan buah naga untuk diekspor ke USA (IAEA, 2014). USA dikenal sebagai Negara yang menetapkan standar karantina ketat terkait pemberian izin masuk buah impor dari Negara luar. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya hama penyakit non-native yang berpotensi mengganggu keseimbangan ekologi di USA. Sterilisasi dan karantina konvensional umumnya menggunakan bahan kimia berbahaya dan memakan waktu tidak sebentar. Hal ini menyebabkan buah naga yang dikirim menjadi kelewat masak dan mengandung residu kimiawi sehingga tidak terlalu disukai pasar. Di sisi lain, keberadaan hama penyakit di buah naga mengakibatkan buah naga yang dipanen mengalami kerusakan selama penyimpanan dan pada akhirnya tidak lagi memenuhi standar minimum untuk pasar ekspor (ibid.).

Untuk mengatasi persoalan ini dikembangkanlah teknik iradiasi dengan menggunakan sinar gamma yang dikembangkan oleh IAEA. Penerapan teknik ini banyak membantu mensukseskan ekspor buah naga dari Vietnam ke USA yang memiliki regulasi ketat terkait import produk pertanian. Pada awalnya di tahun 2008 Vietnam hanya mampu mengekspor 100 ton buah naga ke USA. Namun pada 2013, nilai ekspor buah naga dari Vietnam mampu meningkat jauh menjadi 1300 ton (IAEA, 2014).

Indonesia sendiripun sebenarnya sudah mengadopsi teknologi ini untuk bidang pengawetan pangan. Pada Februari 2014, Dewan nuklir Indonesia berkolaborasi dengan Joint FAO/IAEA Division telah ikut turun tangan dalam penanggulangan bencana tanah longsor di jawa barat yang memaksa 2000 warga untuk mengungsi. Tim ini berperan dalam mendukung penyediaan ransum makanan siap santap yang dapat disimpan dalam waktu lama tanpa merusak cita rasanya dan tidak basi. Ini dapat diwujudkan menggunakan teknik pengawetan makanan yang awalnya dirancang untuk misi luar angkasa para astronot (IAEA, 2014). Teknologi ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 dan kemudian berkembang lebih lanjut pengaplikasiannya menjadi pasien rumah sakit dengan kondisi imunitas tubuh yang lemah. Melalui teknik ini sterilisasi dan kesegaran makanan dapat dipertahankan untuk waktu yang lebih lama dan dijamin bebas kontaminasi pathogen berbahaya (IAEA, 2014). Penggunaan teknologi ini berperan atas suksesnya distribusi bantuan panganan kuliner khas Indonesia yang lezat dan bergizi ke tempat lokasi bencana alam agar tidak sampai basi walau disimpan pada waktu yang lama.

Beda kisah sukses penggunaan teknologi nuklir di bidang pangan dan pertanian terjadi di Kroasia. Disana teknologi nuklir digunakan untuk membuat hama serangga di pertanian jeruk menjadi mandul dengan merusak organ reproduksinya. Dampaknya adalah secara signifikan mampu menekan populasi hama lalat buah yang sangat merugikan sektor pertanian jeruk di Kroasia (IAEA, 2014). Dengan penggunaan teknologi nuklir yang tersedia, produksi buah jeruk di Kroasia kemudian dapat meningkat drastis dan meningkatkan kesejahteraan hidup para bagi petani jeruk disana.

Masih banyak lagi kisah sukses perkembangan teknologi nuklir yang telah diaplikasikan pada bidang pangan dan produk hasil pertanian di berbagai penjuru dunia. Sebagai gambaran, saat ini teknologi irradiation melalui sinar gamma setidaknya sudah dapat diaplikasikan luas untuk sterilisasi dan pengawetan lebih dari 60 macam produk pertanian segar. Tahun 2014 lalu, lebih dari 500.000 ton bumbu, rempah-rempah, daging ayam, daging sapi, kacang-kacangan, buah-buahan, sayur-mayur telah di iradiasi dengan sinar gamma untuk kemudian dikirimkan ke lebih dari 60 negara (IAEA, 2014). Produk-produk tersebut sudah dinyatakan aman untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan di seluruh penjuru dunia.

Pengembangan serta pemanfaatan teknologi ini bagi masyarakat luas terus diupayakan lebih jauh. Agar dapat semakin meningkatkan nilai kebermanfaatan teknologi nuklir bidang pangan-pertanian ini bagi penduduk dunia, Joint FAO/IAEA Division hingga kini telah bekerja sama dengan 17 negara di Asia untuk terus mengembangkan standar pelaksanaan iradiasi lebih lanjut. Petunjuk itu kini sudah tersedia dan dapat diakses oleh masyarakat umum untuk dimanfaatkan secara luas (IAEA, 2014). Termasuk untuk masyarakat di Indonesia.

Kendala utama yang saat ini membatasi pengaplikasian luas dari penerapan teknologi ini di masyarakat umum adalah investasi awal pembangunan instalasinya yang lumayan mahal dan membutuhkan tenaga ahli khusus untuk pengoprasiannya sehari-hari. Hambatan lain adalah adanya presepsi negatif masyarakat awam yang menduga bahwa teknologi nuklir ini sangat rumit dan berbahaya bagi siapapun. Padahal asumsi tersebut tidak tepat. Karena berbagai kendala tersebut hingga saat ini hanya korporat-korporat besar dengan sokongan dari pihak pemerintahan pusat saja yang mampu memanfaatkan teknologi nuklir bidang pangan dan pertanian ini. Padahal dengan desain dan pengawalan yang tepat, pengembangan teknologi nuklir dapat mendatangkan banyak manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat luas.

Namun, seiring dengan terus dikembangkannya teknologi ini, tingkat keamanan dari penerapan teknologi nuklir kini sudah semakin sempurna. Sementara disisi lain, dikarenakan semakin banyaknya penggunaan teknologi ini pada skala industri, biaya pengoperasiannya bisa semakin ditekan sehingga semakin meningkatkan nilai ekonomis teknologi ini. Ke depannya diharapkan teknologi nuklir dalam peningkatan mutu bahan pangan serta produk hasil pertanian akan semakin menguntungkan bagi masyarakat luas. Dengan perencanaan yang tepat, seharusnya pengembangan serta penerapan lebih luas dari teknologi nuklir ini berpotensi besar mendatangkan banyak manfaat bagi petani produsen, distributor, industri pengolahan produk pangan dan konsumen di bidang pangan-pertanian itu sendiri di tanah air.

Author : Fauziah Ulfah Ajri

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)