NUKLIR – BERBAHAYA TIDAK HARUS DIJAUHI

0

Seberapa majukah peradaban sekarang? Jika ditanya demikian, mungkin hal pertama yang kita lakukan untuk menemukan jawabannya adalah dengan mengilas balik seberapa efisiennya kemajuan teknologi saat ini. Memang, salah satu parameter yang jelas dengan cakupan yang besar adalah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyatakan kemajuan suatu peradaban. Kendati demikian, tidak semua inovasi teknologi memiliki nilai efisiensi sehingga kita juga perlu memperhitungkannya agar inovasi tersebut dapat mempermudah dan menguntungkan bagi manusia, bukan malah sebaliknya.

Dari sekian banyaknya teknologi, aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) nuklir merupakan salah satu yang masih banyak menimbulkan polemik hingga sekarang. Jika ditanya mengapa? Hal ini disebabkan bagi sebagian masyarakat awam masih menganggap bahwa menggunakan nuklir hanya akan menimbulkan kerugian besar bagi umat manusia, karena pikiran yang langsung tertuju pada senjata nuklir dan bom atom, bencana Fukushima, maupun kejadian kecelakaan nuklir terburuk sepanjang sejarah sejak 37 tahun silam, yaitu Chernobyl disaster. Padahal sejatinya, segala hal didunia ini mempunyai sisi “gelap dan terang”-nya masing-masing. Layaknya api yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran dan air yang dapat menimbulkan bahaya tsunami ataupun melepuh, lantas apakah kedua hal tersebut menjadi tidak dimanfaatkan dan harus dijauhi? Tentu tidak kan, karena manfaatnya yang begitu besar.

Aplikasi IPTEK nuklir jika dimanfaatkan secara bijak di tangan yang tepat dapat memberikan manfaat yang “super power” untuk kesejahteraan hidup umat manusia. Dewasa ini, teknologi nuklir sudah semakin dilirik dan dikembangkan di negara-negara adidaya maupun berkembang lainnya. Seiring dengan perkembangan IPTEK nuklir, tentu tingkat safety dan pengendalian teknologi nuklir juga semakin meningkat sehingga penggunaannya tentu diiringi dengan tingkat keamanan yang tinggi. Di Indonesia sendiri, oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang saat ini sudah tergabung dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah memanfaatkan teknologi nuklir dalam berbagai bidang, dengan pengawasan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).

Penelitian teknologi nuklir di Indonesia, selain di bidang energi, juga dalam medis, pertanian dan pangan, industri, serta lingkungan. Pemanfaatan teknologi nuklir dan radiasi paling banyak saat ini ada di bidang medis, diantaranya pemanfaatan radioisotop untuk terapi dan diagnostik beberapa penyakit. Namun pada artikel ini, kita hanya akan fokus membahas pemanfaatan nuklir di bidang energi – karena sifatnya yang masih kontroversial, serta di bidang medis – karena pemanfaatannya yang paling banyak digunakan saat ini di Indonesia.

1. Nuklir di Bidang Energi


Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pemanfaatan nuklir sebagai energi sebenarnya sudah lama dirancangkan sebagai salah satu penyokong pembangunan rendah karbon. Pasalnya, pengoperasian PLTN tidak menimbulkan emisi gas CO2 selayaknya bahan bakar batu bara atau bahan fosil lainnya, bukan asap yang dikeluarkan melainkan uap air sehingga PLTN tidak menimbulkan pencemaran udara yang dapat menyebabkan hujan asam. Sayangnya, pembahasan PLTN di Indonesia masih kontroversial. Buntutnya ada pada tiga hal: masa konstruksi PLTN, limbah radioaktif, dan faktor kerawanan bencana Indonesia yang berisiko menyebabkan kebocoran reaktor nuklir (nuclear meltdown). Tiga kabar miring tersebut menjadi kontroversi karena dibumbui sejumlah misinformasi. Kita memerlukan kesadaran bersama untuk meyakini bahwa nuklir adalah energi yang ramah emisi sekaligus kandidat ideal pengganti energi batu bara dalam menopang kebutuhan listrik di tanah air.

Misinformasi pertama: limbah radioaktif yang tak akan hilang

Perlu diketahui, ada tiga klasifikasi limbah radioaktif berdasarkan tingkat radioaktivitasnya: tingkat rendah (low-level waste), tingkat menengah (intermediate-level waste), dan tingkat tinggi (high-level waste). Tingkatan ini dibagi berdasarkan seberapa besar tingkat radioaktif limbah tersebut.

Limbah level rendah adalah benda-benda yang terpapar radiasi di level rendah. Misalnya sarung tangan, jas laboratorium, dan peralatan laboratorium. Tidak ada penanganan yang khusus untuk menangani limbah level rendah. Sekitar 90% dari seluruh limbah yang dihasilkan oleh reaktor nuklir dikategorikan sebagai limbah level rendah. Pengelolaan limbah radioaktif – termasuk level rendah – diatur di Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 8 tahun 2016.

Sedangkan limbah level menengah memiliki level radioaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan limbah level rendah. Biasanya berupa zat-zat kimia atau pembungkus bahan bakar nuklir. Sekitar 7% dari seluruh limbah yang dihasilkan PLTN dikategorikan sebagai limbah level menengah. Perlu kontainer pembungkus untuk mengatasi radioaktivitas dan panas yang dihasilkan oleh limbah level menengah. Limbah-limbah ini dipadatkan dengan beton dan diletakkan ke dalam kontainer untuk disimpan di tempat penyimpanan limbah yang telah ditentukan negara.

Kemudian, ada limbah level tinggi yang berbentuk sisa bahan bakar nuklir (BBN) padat. Material ini mesti didinginkan di dalam kolam penampung atau pool storage selama lima tahun. Tujuannya untuk menghilangkan sisa panas BBN sekaligus mengurangi 95% radioaktivitas dari sejumlah isotop berumur paruh pendek.


Kontainer Pembungkus Limbah Radioaktif

Seperti limbah level menengah, limbah level tinggi juga membutuhkan kontainer pembungkus. Setelah tahap pendinginan selesai, yang tersisa adalah limbah BBN yang memiliki umur paruh panjang. Limbah Bahan Bakar Nuklir (BBN) tersebut kemudian dipadatkan dengan beton dan dimasukkan ke dalam kontainer pengungkung untuk juga disimpan di tempat penyimpanan limbah yang telah ditentukan oleh negara.

Indonesia sudah menguasai teknologi ini karena telah mengoperasikan tiga reaktor riset dengan skema pengelolaan limbah serupa. Seluruh limbah reaktor riset di Indonesia tersimpan di Pusat Riset dan Teknologi Limbah Radioaktif BRIN. Disamping itu, jika dibandingkan dengan limbah dari bahan bakar lainnya, teknologi nuklir menghasilkan limbah dengan jumlah yang paling kecil, bahkan beberapa jenis limbah dapat di-reuse ataupun di-recycle menjadi bahan baku yang dapat digunakan kembali, seperti pembuatan pupuk atau produk lain yang bermanfaat bagi lingkungan dan industri.

Misinformasi kedua: risiko bencana yang dapat menimbulkan kecelakaan reaktor

Hal lain yang juga sering dibahas adalah tentang posisi Indonesia yang rawan gempa dan letusan gunung berapi. Ada dua jawaban terkait kekhawatiran ini. Pertama, setiap wilayah di Indonesia memang memiliki kemungkinan untuk mengalami gempa, tsunami, dan gunung meletus. Namun, setiap wilayah tentunya memiliki probabilitas bencana yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu diketahui bahwa hal yang pasti dilakukan pengembang PLTN adalah melakukan studi kebencanaan terhadap calon lokasi PLTN sebelum memutuskannya.

Di Indonesia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) berperan untuk menentukan persyaratan kebencanaan tersebut. Dampak bencana harus bisa diukur melalui pemodelan kebencanaan. Jika seluruh proses studi tapak tersebut tidak dipenuhi, maka BAPETEN tidak akan mengeluarkan izin pembangunan PLTN.

Sedangkan jawaban kedua adalah melalui penggunaan teknologi. PLTN secara umum dibagi menjadi beberapa generasi. Saat ini, yang paling banyak digunakan di seluruh dunia adalah PLTN generasi III dan III+. PLTN generasi ini memiliki fitur keselamatan berupa teknologi mati-otomatis dan pendinginan secara otomatis saat terjadi kejadian yang tidak diinginkan.


Perkembangan Desain PLTN dari Berbagai Generasi

PLTN Fukushima di Jepang merupakan PLTN generasi 2, namun telah memiliki teknologi ini. Bedanya, fitur pendinginan reaktor pasca-mati tidak dilakukan secara otomatis, melainkan menggunakan pompa pendingin reaktor yang beroperasi menggunakan listrik. Dalam peristiwa gempa bumi dan tsunami Tōhoku, Jepang, pada 2011 silam, beberapa detik setelah guncangan gempa, PLTN Fukushima secara otomatis mati dan tidak menghasilkan reaksi fisi. Sayangnya, PLTN Fukushima gagal mendinginkan panas sisa dari PLTN akibat gelombang tsunami yang menyebabkan pemadaman total (station blackout), termasuk pompa pendingin reaktor yang mendinginkan panas sisa PLTN. Akibatnya, panas sisa yang terakumulasi membuat reaktor meleleh. Panas juga memicu reaksi kimia yang menghasilkan gas hidrogen yang berujung pada ledakan hidrogen karena pengungkung reaktor yang tidak mampu menahan tekanan gas tersebut.

Misinformasi ketiga: dana super besar dan masa konstruksi sangat panjang

Masalah non-teknis yaitu pendanaan dan waktu konstruksi juga menjadi argumen sejumlah pihak untuk menolak teknologi nuklir. PLTN dikatakan memerlukan waktu hingga 10 tahun mulai dari konstruksi hingga operasi. Kita perlu menyadari bahwa industri nuklir, sama seperti industri lainnya, selalu beradaptasi. Bahkan dalam keadaan saat ini, pembangunan PLTN bisa menjadi lebih efektif dan efisien.

PLTN yang saat ini dibangun di dunia rata-rata bisa selesai dibangun dan beroperasi dalam waktu 86 bulan dari sebelumnya mencapai 120 bulan. Bila menggunakan jenis PLTN modular, reaktor nuklir dapat dibangun dalam waktu sekitar 2-3 tahun. Kendati demikian, keuntungan dari efisiensi energi nuklir sebagai pembangkit listrik tidak perlu diragukan lagi karena sifatnya yang padat energi, yaitu energi yang sangat besar diproduksi dari jumlah bahan bakar yang sangat sedikit.

2. Nuklir di Bidang Medis

Selain untuk pembangkit listrik, teknologi nuklir juga digunakan dalam dunia kesehatan terutama di bidang kedokteran nuklir. Khusus di bidang kedokteran, aplikasi teknologi nuklir dapat dimanfaatkan untuk pemeriksaaan diagnostik dan terapi (teranostik) yang memiliki keunggulan lebih dibanding pengobatan konvensional. Pemanfaatan radioisotop mempermudah para dokter menemukan lokasi kanker tanpa harus membedahnya, sekaligus untuk membunuh sel-sel kanker lewat radioterapi. Radioisotop yang digunakan untuk radioterapi, seperti larutan Iodium-131 (I-131) untuk terapi kelainan tiroid dan fosfor-32 (P-32) untuk terapi polisitemia vera dan leukemia. Selain, itu radioisotop juga dapat digunakan untuk radiodiagnosis seperti Teknisium-99m (Tc-99m) untuk diagnosis fungsi dan anatomis organ tubuh. Aplikasi IPTEK nuklir dalam bidang kedokteran (medis) diantaranya adalah sebagai berikut:

Sterilisasi: alat-alat kedokteran

Teknologi ini biasanya digunakan untuk alat-alat kedokteran yang tidak tahan terhadap panas tinggi atau mudah bereaksi dengan senyawa kimia dalam cairan pembersih yang digunakan. Radiasi sinar gamma dapat digunakan untuk sterilisasi alat-alat kedokteran, misalnya alat suntik disterilkan dengan cara diradiasi menggunakan sinar gamma di dalam tempat yang tidak dapat dimasuki udara. Sebagai sumber radiasi, biasanya digunakan radioisotop Cobalt-60 (6027Co) dan Cesium-137 (13758Ce). Dilansir informasi dari BATAN, sinar gamma dapat mensterilkan sekitar 1 ton alat-alat kedokteran setiap harinya.

Pemeriksaan diagnostik: penelitian terhadap efisiensi kerja organ tubuh

Misalnya renogram, yaitu pemeriksaan untuk memetakan fungsi ginjal. Prosedur ini digunakan untuk mengukur dan memantau sejauh mana ginjal pasien bekerja dengan baik. Pada tempat pasien berbaring/duduk terdapat sebuah kamera gamma yang sejajar dengan punggung bagian bawah atau lokasi di mana ginjal berada. Pasien akan disuntikkan suatu radionuklida berupa senyawa Iodine-131 ke dalam pembuluh darah di bagian lengan. Radionuklida ini akan mengalir ke seluruh tubuh pasien dan disaring oleh organ ginjal. Pasien hanya perlu duduk selama 30 sampai 60 menit selama kamera gamma mengambil serangkaian citra atau gambar pada ginjal pasien.


Hasil Pencitraan Renogram

Hasil pencitraan berupa grafik yang menunjukkan seberapa cepat radionuklida melewati ginjal dan masuk ke dalam kandung kemih pasien. Bila pola grafik cenderung standar, maka fungsi ginjal pasien dapat dikatakan dalam kondisi baik. Sebaliknya, bila terdapat grafik yang melenceng dari standar, maka dapat dikatakan fungsi ginjal pasien mengalami masalah tertentu.

Pemanfaatan lainnya adalah Positron Emission Tomography (PET), yaitu tes pencitraan dengan radiasi untuk melihat aktivitas sel di dalam tubuh. Prosedur ini paling sering digunakan untuk menyelidiki epilepsi, penyakit alzheimer, kanker, dan penyakit jantung. Ketika PET scan digunakan untuk mendeteksi kanker, dokter akan melihat bagaimana kanker bermetabolisme dalam tubuh dan apakah kanker sudah menyebar (metastasis) ke organ lainnya.


Positron Emission Tomography Scan

Pasien akan disuntikkan sejumlah radiotracer, yaitu suatu pelacak yang mengandung radioaktif dan bahan kimia alami seperti glukosa. Radiotracer ini akan bergerak menuju sel target dengan menggunakan glukosa sebagai energi. Karena tubuh membutuhkan waktu untuk menyerap radiotracer, maka pasien harus menunggu sekitar satu jam sebelum pemindaian dimulai. Barulah pasien diminta untuk berbaring pada permukaan yang terhubung dengan mesin PET dan memulai pemindaian.

Terapi: pengobatan penyakit

Radioterapi menggunakan isotop Co-60 untuk pengobatan penyakit kanker, yaitu dengan cara radiasi diarahkan dengan tepat pada sel kanker. Dengan demikian, sel kanker akan mati. Selain itu, isotop I-131 digunakan untuk mempelajari atau terapi getah tiroid dalam kelenjar gondok. Cara menggunakan isotop iodin adalah dengan menyuntikkan radioisotop I-53. I-53 diserap oleh kelenjar gondok dan radiasinya dideteksi lewat alat pencacah radioaktif.

Salah satu pengaplikasiannya adalah brachytherapy, yaitu pemeriksaan medis yang sering disebut sebagai radiasi lokal ini digunakan untuk mengobati sejumlah penyakit kanker, seperti kanker otak, kanker payudara, kanker serviks, kanker mata, kanker paru, dan jenis kanker lainnya. Brachytherapy memungkinkan dokter untuk memberikan dosis radiasi yang lebih tinggi pada area tubuh yang spesifik. Meski demikian, efek samping dan durasi penyembuhannya justru lebih cepat ketimbang radiasi eksternal lainnya.





Pengobatan Brachytherapy

Pemeriksaan medis ini dapat dilakukan secara terpisah atau bersamaan dengan pengobatan kanker lainnya. Contohnya, brachytherapy terkadang digunakan untuk membantu menghancurkan sisa sel kanker pasca operasi, atau bisa juga dilakukan bersamaan dengan radiasi sinar eksternal. Pemeriksaan brachytherapy dilakukan dengan memasukkan bahan radioaktif secara langsung di dalam tubuh yang dekat dengan letak kanker. Namun, hal ini dipengaruhi banyak faktor, di antaranya lokasi dan tingkat keparahan kanker, kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan, dan tujuan pengobatan itu sendiri.

Dari semua pembahasan diatas, tentunya kita semakin yakin bahwa sesungguhnya aplikasi IPTEK nuklir sangatlah luas dan bermanfaat besar bagi kesejahteraan umat manusia. Segala sesuatunya selama berada di tangan yang tepat dan dalam dosis yang sesuai, maka akan menjadi keuntungan bagi penggunanya.

Author : Safira Jannatul Nisa

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)