Pemindahan Ibu Kota Negara sudah resmi dimulai ditandai dengan disahkannya UU Ibukota Negara, sekaligus memindahkan pusat pemerintahan dari DKI Jakarta ke Hutan Kalimantan Utara yang ditargetkan beroperasi tahun 2024, sontak seantero Negeri menggemakan pemindahan ibukota ini bahkan hingga menarik perhatian dunia Internasional. Pemindahan ibukota ini juga secara otomatis dan pragmatis langsung merubah hitung-hitungan negara pada aspek Kependudukan, Komoditi, Ekonomi, Sosial, Budaya dan tak luput yaitu Energi dan sumber daya alam. Menarik jika membahas proyeksi pembangunan ketahanan energi dan cara pemenuhan energi di ibukota baru ini. Menurut Hughes Energi diperlukan untuk menggerakkan berbagai aktivitas, baik alami maupun buatan. Energi menjadi salah satu penentu keberlangsungan hidup suatu masyarakat:dalam kemampuannya menjaga berbagai proses ekologis, menggerakkan berbagai aktivitas ekonomi dan secara umum meningkatkan kualitas hidup (Hughes,2000:97). Keberlangsungan tingkat dan kualitas aktivitas sangat tergantung kepada ketersediaan dan konsumsi energi (Budiarto,2011:1). Pemenuhan energi di Ibukota baru hingga seluruh Kalimantan jika ditinjau dari jenis energi nya harus diperhatikan sangat serius karena menurut ahli Rosyid Hariyadi, Ketua Nasional Pola Pembangunan Berwawasan Lingkungan mengatakan bahwa pembangunan diarahkan pada terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan hidup dalam keseimbangan dan keserasian yang dinamis dengan perkembangan kependudukan, agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pakar lingkungan, Otto Soemarwoto, menyarankan pentingnya pertimbangan daya dukung dalam pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan. (Komarudin,1999:85).
Jenis energi ditinjau
dari keberlanjutan energinya dibagi menjadi 2 jenis yaitu Energi Baru
Terbarukan (EBT) dan Energi non baru terbarukan (NON-EBT). Rachmawan Budiarto
menyebut dalam bukunya berjudul “Kebijakan Energi Menuju Sistem Energi yang
Berkelanjutan” bahwa energi baru terbarukan adalah berbagai sumber energi yang
secara alami akan tersedia secara berkelanjutan (seerti matahari, angin, panas
bumi, dan air) atau tersedia secara berkelanjutan melalui suatu usahatertentu
(berbagai sumber biomass) dan Energi non terbarukan seperti Energi Fosil adalah
energi yang tidak berkelanjutan dan dapat habis (Budiarto,2011:117). Penyediaan
energi khususnya pada ibukota baru haruslah meninjau bukan hanya aspek
pemenuhan seperti kehandalan (reliability), keterjangkauan (affordability) dan akses (accesibility) saja tetapi juga
harus meninjau kebersihan energi (Cleanliness), keberlanjutan (continuity) dan
efisiensi (efficiency). Bagi ibukota baru negara yang digadang gadang bakal
menjadi smart City dan ramah lingkungan di tengah hutan kalimantan rasa
rasanya tidak layak menggunakan energi yang kotor dan ber-emisi tinggi, oleh
karena itu energi bersih yaitu energi terbarukan harus menjadi mutlak
diaplikasikan tanpa tawar-tawar lagi karena seakan akan penggunaan energi
Bersih memberi efek domino mulai dari pemenuhan energi, meningkatkan kualitas
penduduk, meningkatkan efisiensi pemenuhan energi, meningkatkan reputasi
bangsa, meningkatkan perdagangan dan ekonomi, hingga stabilnya harga baku
industri dan outputnya.
Jika kita berkaca pada
keadaan dan posisi penggunaan energi khususnya Kalimantan saat ini, masih
dikategorikan bergantung pada energi fosil dan non terbarukan walaupun
pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT sudah digalakkan.
Gambar 1. Penggunaan Energi Listrik wilayah Kalimantan (GWh) (Sumber:PLN)
Dari tabel tersebut diketahui bahwa komposisi energi fosil masih sangat mendominasi dengan capaian EBT sejauh ini masih sekitar 1/10-2/10 total keseluruhan bahkan secara nasional masih berada di angkat 12 % dengan proyeksi tahun 2025 ketika IKN mulai beroperasi komposisi batu bara masih cukup tinggi yaitu sekitar 62 %, EBT dan energi lainnya sekitar 35-38 % (Data:PLN). Data Konsumsj listrik pada wilayah IKN itu sendiri yaitu Kalimantan Timur juga cukup menarik dibahas dengan komposisi yang tidak jauh beda.
Proyeksi tersebut diklaim oleh PLN sudah memperhitungkan pembangunan Kawasan Industri dan Ibukota Negara (IKN), dengan Proyeksi alokasi energi listrik IKN sebesar sekitar 800 MW secara bertahap oleh PLN (Data:PLN) artinya jika kita berangkat dari tahun 2020 hingga IKN mulai beroperasi maka pemerintah wajib membangun pembangkit listrik berkapasitas 800 MVA dengan komposisi energi listrik yang juga harus diperhatikan.
Gambar 4. Proyeksi Komposisi Energi Listrik Kalimantan (GWh)
Jika kita mencermati data
tersebut hingga 2024 penggunaan batu bara masih 2/3 penggunaan listrik
Kalimantan, atau sekitar 66 %, artinya ketergantungan Kalimantan secara
keseluruhan dalam jangka waktu dekat pada
energi fosil masih sangat besar dari ideal penggunaan energi fosil 50 % bahkan
hingga ibukota baru berjalan, namun jika hingga proyeksi 2030 kalimantan sudah
berada dalam titik yang cukup ideal penggunaan energi fosil yaitu sekitar 50 %
jumlah konsumsi keseluruhan, walaupun ada peningkatan dari sisi kuantitas 4 TWh
yang diharapkan dapat menurun kembali hingga 2045 dimana IKN sudah rampung secara keseluruhan. Proyeksi
meningkatnya jumlah penduduk seiring berpindahnya ibukota ke Kalimantan ikut
juga serta ikut andil dalam peningkatan penggunaan energi yang secara kuantitas
berdasarkan tabel proyeksi diatas akan identik meningkat, ini menjadi tantangan
pemerintah dalam penyediaan energi dan Koneksi penyaluran listrik Serta rantai
pasok pemenuhan energi.
Lalu jika kita beralih hanya fokus pada IKN terdapat kabar baik dimana jika merujuk pada Buku Saku Pemindahan IKN (Bappenas),
salah satu frasa yang dimunculkan adalah: IKN dikembangkan dengan 100
persen clean energy dengan proyeksi penggunaan energi seperti yang
tertulis diatas sebesar lebih kurang 800 MVA atau sekitar 800 MW pada tahun
2024 (Kemen ESDM) yang akan disiapkan secara bertahap oleh PLN sehingga
otomatis akan ada tambahan 800 MVA energi bersih untuk total keseluruhan
Kalimantan Timur hingga Nasional, ini merupakan kabar baik jika dibandingankan
pusat pemerintahan saat ini yaitu ibukota Jakarta yang beberapa waktu yang lalu
dinobatkan bahkan sebagai salah satu kota paling tercemar di Asia bahkan Dunia.
Setelah kebutuhan
listrik yang diproyeksi mengalami peningkatan 300-900 GWh/tahun, tentu yang
mesti disorot adalah bagaimana potensi energi di Kalimantan khususnya IKN, Kalimantan
memiliki cadangan bahan bakar fosil yang kaya termasuk minyak bumi, gas bumi,
dan batubara; serta cadangan bahan bakar fosil non-konvensional seperti coal
bed methane dan oil-gas shale yang belum dieksploitasi. Cadangan tersebut
tersebar tidak merata, dengan Kalimantan Timur memiliki jumlah terbanyak.
Namun, Kalimantan Barat hampir tidak memiliki potensi energi fosil seperti yang
dimiliki propinsi lainnya (Nugroho,2020:34). Kilang minyak Balikpapan
(kapasitas pengolahan 260.000 barel per hari) adalah kilang minyak kedua
terbesar di Indonesia, setelah kilang Cilacap di Jawa Tengah. Kapasitas LNG
Plant Badak di Bontang-Kaltim masih termasuk besar di dunia (8 trains,
kapasitas pengolahan 22.5 MTPA - million ton per annum) Kalimantan merupakan
pulau pengekspor LNG besar di dunia (Nugroho,2020:36) dan sumber daya batu bara
88,31 Miliar Ton dan cadangan sebesar 25,84 Miliar Ton atau setara 62 %
cadangan Nasional dengan perkiraan mampu menyediakan sumber listrik nasional
selama 39 Tahun dan cadangan EBT yang sangat besar mulai dari Tenaga Air,
Surya, Angin dan Panas Bumi. Untuk khusus Kalimantan Timur sendiri sebagai
basis Pembangunan IKN memiliki Sangat banyak Potensi Energi, yaitu batu bara
dengan potensi salah satu terbesar bahkan sebagai lumbung energi Nasional
beserta migasnya, lalu disamping itu terdapat potensi Uranium, Cadangan gas
bumi mencapai 46 TSCF dengan produksi 2 TSCF per tahun, termasuk perkiraan sisa
cadangan Blok Mahakam sebesar 5,7 TSCF, Cadangan minyak bumi di Kalimantan
Timur sebesar 985 MMSTB dan produksinya mencapai 57 MMSTB per tahun, Potensi
gas metana batubara (CBM) sebesar 108 TSCF, Potensi gas bumi di Bontang untuk
pembangkit wellhead dengan kapasitas 40 MW. Potensi ini dapat dikembangkan
apabila terdapat demand.. Potensi air mencapai 830 MW dan bioenergi mencapai 48
MW. Potensi energi surya di Kalimantan Timur sebesar 0.7 MW (Data:RUPTL PLN).
Sehingga kebutuhan 800 MW bagi IKN di tahun 2024 dengan target 100 % EBT dapat
dicapai bahkan hanya dengan memanfaatkan potensi Energi berbasis tenaga Air.
Penggunaan
IPTEK Nuklir dari hilir hingga hulu dengan energi besar dan ramah lingkungan
sangatlah menguntungkan dari aspek geografis IKN sendiri dan perlu
dipertimbangkan guna memenuhi ketahanan energi dalam IKN sendiri dan
terciptanya sebuah kemandirian yang berkedaulatan Rakyat. Badan Tenaga Nuklir
Nasional (Batan) menyatakan Kalimantan Barat memiliki 17.005 ton deposit
uranium yang dapat menjadi sumber bahan baku untuk bahan bakar nuklir pada
pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). "Di Kalimantan Barat ada 17.005
ton, di Kalimantan Timur ada 17.861 ton," kata Kepala Pusat Teknologi
Bahan Galian Nuklir (PTBGN) Batan Yarianto Sugeng Budi Susilo (Antara News,
2021).
penggunaan IPTEK Nuklir dalam pengembangan IKN
sangatlah beragam, mulai dari Pembangkit Listrik dalam implementasi PLTN,
Kesehatan pada fasilitas kedokteran nuklir, Pangan pada pengembangan genetika dan
variasinya, hingga teknologi terapan lainnya yaitu pada pengembangan bidang
bahan bakar roket hingga metalurgi.
Pertama, dari aspek Energi, PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) bisa memegang peranan besar karena dari aspek energi listrik yang dihasilkan sangat besar pada level bahan bakar rendah beserta emisinya, salah satu teknologi PLTN yang dapat dikembangkan yaitu jenis PLTN Small Modular Reactor (SMR) yaitu jenis reaktor fisi yang berukuran fisi yang berukuran fisi yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan reaktor konvemsional pada umumnya. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA) , SMR didefinisikan sebagai reaktor daya rendah dengan daya keluaran maksimum 300MWe. SMR merupakan reaktor yang fleksibel dalam pembangunan dan pengoperasian karena bentuknya yang simpel dan tidak rumit dapat menjadi pilihan yang tepat digunakan dalam suatu kota metropolitan kecil yang mengusung konsep Nett Zero Carbon, disamping kebutuhan energi liatrik yang tidak terlalu besar sekitar 800Mwe di ikn, kita hanya butuh 2 hingga 3 Small Modular Reactor (SMR) untuk mememnuhi kebutuhan ini dengan bantuan dan pemenuhan dari jenis energi terbarukan lainnya, lalu dari segi keamanan jenis PLTN SMR ini memiliki tingkat keamanan tinggi yang juga dapat menjadi permulaan penggunaan PLTN di Indonesia karena pada sejatinya kita belumlah pernah memiliki pengalaman pengoperasian PLTN, lalu juga dari lama pembangunan dapat dikatakann cukup singkat dibanding PLTN berkapasitas tinggi yang bisa 8 hingga 10 Tahun.
Gambar 5: Reaktor small
modular beserta komponennya (sumber:warstek.com)
Dari segi Ekonomi, biaya overnight
cost atau lebih mudahnya biaya pembangunan awal reaktor yang lebih
murah, beroperasi lama, menerapkan keamanan pasif, dan tidak memerlukan ahli
yang banyak dalam pengoperasiannya.
SMR memiliki kelebihan sebagai berikut:(Sumber:
warsrtek.com)
- Dapat
berperan sebagai desalinasi air laut
- Sumber
energi kapal selam dan kapal induk
- Mampu
menciptakan penjaringan listrik pada daerah terpencil
- Fleksibel
- Daya
dapat ditambah dengan menambah modul pada sistem reaktor yang sama
- Berdaya
rendah sehingga lebih aman
- Burnup tinggi sehingga aman dari
pemanfaatan senjata nuklir
- Tidak
membutuhkan area yang luas
- Waktu
pembangunan lebih singkat serta lebih murah baik pembangunannya maupun
pemeliharaannya
- Satu
siklus refueling-nya lebih lama
- Daur
ulang panas yang dihasilkan akan lebih mudah karena ukurannya yang kecil
- Bahan
bakar yang digunakan adalah bahan bakar pengayaan rendah
Beralis
dari IPTEK berbasis energi, yang tidak kalah penting juga ialah bidang medis,
bidang medis tentu menjadi salah satu tantangan pengembangan teknologi yang
vital, peran energi nuklir tentu sangatlah sangat besar sejatinya pada era
kedokteran modern, hal ini dapat dilihat dari kegunaan dan fungsinya sendiri Pada
kegiatan kedokteran nuklir untuk keperluan diagnostik, radioisotop dapat dimasukkan
ke dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui jalan pernafasan, atau melalui mulut,
ataupun melalui injeksi (studi in vivo). Di samping itu dapat pula radioisotop
hanya direaksikan dengan bahan biologik (darah, urine, cairan serebrospinal,
dsb.) yang diambil dari tubuh pasien (studi in vitro). Pada studi in vivo,
setelah dimasukkan ke dalam tubuh maka nasib radioisotop selanjutnya di dalam
tubuh dapat diperiksadengan :
1. Membuat citra (gambar)
organ atau bagian tubuh yang mengakumulasikan radioisotop tersebut dengan
peralatan kamera gamma atau kamera positron (imaging technique).
2. Menghitung aktivitas yang
terdapat pada organ atau bagian tubuh yang meng-akumulasikan radiosiotop dengan
menem-patkan detektor radiasi gamma di atas organ atau bagian tubuh yang
diperiksa (external counting technique).
3. Menghitung aktivitas
radioisotop yang terdapat dalam contoh bahan biologik yang diambil dari tubuh
pasien dengan menggunakan pencacah gamma (gamma counters) berbentuk sumur
(sample counting technique). Informasi yang diperoleh dengan teknik pencitraan
tersebut di samping berupa gambar (citra) organ atau bagian tubuh atau bahkan seluruh
tubuh (whole body imaging), juga dapat berupa kurva-kurva atau angka-angka. Sedang
studi in vivo dengan teknik "external counting" atau "sample
counting" hanya dapat memberikan informasi berupa kurva atau angka.
Informasi tersebut mencerminkan fungsi organ atau bagian tubuh yang diperiksa
Salah satu
teknologi yang dapat dikembangkan dalam bidang medis yaitu Positron Electron
Emission, Positron-Emission Tomography (PET) merupakan noninvasive,
three-dimensional, nuclear imaging technique. Perkembangan PET saat ini sangat
menarik untuk diikuti karena penggunaan klinis PET berkembang dengan sangat
luar biasa terutama di bidang onkologi. Perkembangan ini tidak lepas dari
fungsi PET itu sendiri. PET memiliki kelebihan dibandingkan dengan metode
imaging lainnya seperti CT atau MRI, dimana CT dan MRI hanya memberikan
gambaran anatomis saja, sedangkan PET mampu memberikan gambaran fungsional dan
anatomis walaupun gambarannya tidak sebaik MRI ataupun CT. Namun hal ini dapat
diatasi dengan penggabungan PET dengan CT dalam satu alat scanner yang
dinamakan PET/CT, dengan demikian dihasilkan gambaran anatomis dan fungsional yang
jauh lebih baik sehingga informasi yang didapat lebih baik dan pada akhirnya
tercapai penatalaksanaan penyakit yang lebih baik. Pada dasarnya PET bekerja
menggunakan positron dengan karakteristik fisik tertentu sebagai basis untuk
deteksi resolusi tinggi dan gambaran rekontruksi yang lebih baik. Gambaran yang
dihasilkan dari PET dihasilkan melalui berbagai reaksi radionuklir.
Positron merupakan antipartikel dari elektron, memiliki masa yang sama dengan elektron, tetapi positron membawa muatan positif sedangkan elektron bermuatan negatif. Tracer yang digunakan pada PET mengandung radionukleid yang akan melepaskan positron dari inti atom saat mereka pecah. Positron yang terlepas akan berinteraksi dengan atom didekatnya, menghasilkan eksitasi dan ionisasi yang menurunkan kecepatan positron. Selama melambat positron bertemu dengan elektron di medium sekitarnya. Pertemuan positron dan elektron ini menyebabkan positron dan elektron saling meniadakan karena sifatnya yang antipartikel, Pertemuan kedua massa ini menghasilkan energi photon.
Gambar 6:
Prinsip Kerja PET CT
Kelebihan
penggunaan PET CT dalam tracer PET scan memberikan resolusi yang lebih baik
daripada single-photon emission CT karena memiliki aktifitas radioaktif dan coincidences
yang intens sehingga meningkatkan rasio sinyal dibandingkan noise. Lama PET
scan relatif singkat, PET mampu memberikanpenilaian kuantitatif besarnya
aktivitas radioaktif di berbagai jaringan dari waktu ke waktu, sedangkan
kelemahannya terletak pada sisi biaya (ekonomi), rumitnya pemeliharaan dan
ketersediaan teknologi.
Dalam
IPTEK di bidang pertanian, banyak kemajuan besar khusunya dari segi rekayasa
genetik pada penggunaan bibit padi sidenuk dengan hasil 5 ton/ha tentu bisa
sebagai jawaban kemandirian kita di bidang pangan khusunya pada daerah IKN yang
nantinya sebagai pusat pengembangan teknologi Nuklir, ini dapat dikembangkan
terus menerus dan harapannya pengembangan IPTEK Nuklir dapat dipusatkan di
ibukota negara kita kelak dan membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara serta
dapat menjadi distribusi teknologi nuklir bagi dunia.
Dari Aspek
Ketahanan Energi khususnya energi baru terbarukan IKN dalam posisi yang kuat
dan cukup, namun perlu diperhatikan dan dipantau secara berkala aspek efisiensi
dan tingkat emisi energi sebagai upaya pencegahan kerusakan lingkungan dan alam
Kalimantan, lalu juga perlu dilakukan studi berkala secara terus menerus
perihal potensi energi baik yang sudah di eksplorasj maupun yang belum untuk
memberi garansi pemenuhan energi di IKN dan Kalimantan bahkan Indonesia secara
utuh, karena penyediaan energi yang mencukupi barang tentu akan menekan harga
output listrik baik ke Sektor Perumahan, Transportasi, Komersil, dll.
Faktor
distribusi juga menjadi faktor kunci efisiensi dan efektivitas penyediaan
energi, percuma memiliki cadangan besar jika faktor distribusi buruk, distribusi
Energi di Kalimantan harus terkoneksi satu sama lain dalan memperkuat ketahanan
Energi. Suhadi dalam bukunya menyebut bahwa fungsi distribusi tenaga listrik
adalah; 1) pembagian atau penyaluran tenaga listrik ke beberapa tempat
(pelanggan), dan 2) merupakan sub sistem tenaga listrik yang langsung
berhubungan dengan pelanggan, karena catu daya pada pusat-pusat beban
(pelanggan) dilayani langsung melalui jaringan distribusi (Suhadi, dkk,2008:11).
Untuk saat ini kalimantan memiliki jaringan distribusi yang masih belum
terkoneksi antar provinsi
Rencana Penggunaan EBT 100 % di ibukota baru perlu disambut baik, namun juga perlu diperhatikan bagaimana Potensi energinya demi memenuhi Ketahanan energi bagi ibukota baru dan Indonesia khusunya pada pengembangan energi nuklir bagi masa depan peradaban Indonesia. Pemimdahan Ibukota baru Negara ke Kalimantan menjadi momentum Indonesia untuk merubah wajahnya dan menunjukkan kepada Dunia bahwa Indonesia serius dalam upaya Transisi Energi dari energi ber-emisi tinggi yang selama ini merusak alam dan menurunkan kualitas hidup ke Energi Hijau terbarukan yang akan membawa arah baru peradaban manusia Menjadi lebih baik demi keberlangsungan generasi yang akan datang.